Rabu, 03 Februari 2010

Pendekatan Gender " Asma Barlas "

Pendekatan Gender

  • Sekilas Tentang Asma Barlas dan Bukunya (“ Believing Women In Islam : Unreading Patriarchal Interpretations Of The Qur’an”)
Asma barlas dilahirkan di pakistan, tempat ia menjadi perempuan pertama, 1979, di negara tersebut ia bekerja untuk pelayanan luar negeri (foreign service). Pada masa ziaul haq, barlas diberhentikan dari tugasnya karena kritiknya yang keras terhadap kekuasaan rezim militer di pakistan yang dipimpin oleh jenderal ini. Selepas dari pekerjaannya ia kemudian bergabung sebagai asisten editor di surat kabar the muslim, sebuah surat kabar yang menyuarakan oposisi terhadap kebijakan pemerintah. Namun, pada 1983, asma barlas harus meninggalkan negaranya karena rezim pada saat itu melakukan pengusiran terhadapnya, ia pergi ke amrika serikat dan mendapatkan suaka politik (political asylum) dari negeri ini. Riwayat pendidikannya dimulai dari universitas di pakistan dan mendapatkan gelar B.A dalam bidang sastra inggris dan filsafat serta M.A dalam bidang jurnalisme. Dia kemudian melanjutkan studinya di amerika dan mendapatkan M.A dan Ph.D dalam bidang kajian internasional di universitas denver, colorado.
Pada karya Asma Barlas yang berkaitan dengan Islam dan perempuan dalam bukunya Cara Quran Membebaskan Perempuan . Asma Barlas memulai menulis buku ini sekitar tahun 1995, ketika isu tentang Islam tidak menarik banyak orang di Amerika. Edisi Inggris buku ini sendiri terbit pada tahun 2002. Keinginannya untuk menulis buku ini dipicu oleh anggapan yang beredar di kalangan masyarakat, khususnya Amerika dan masyarakat Barat lainnya, bahwa Islam adalah sebuah patriarki agamis ( religious patriarchy ) yang menganut model-model hubungan yang hierarkis dan ketidaksetaraan seksual serta mengharuskan penyerahan diri seorang perempuan terhadap laki-laki. Meskipun demikian, menurut Barlas, banyak orang Islam yang sesungguhnya tidak selalu melaksanakan apa yang dikatakan Alquran.
Namun demikian, kemunculan buku ini sesunggunya tidak bisa dilepaskan dari pengalaman pribadi sang penulis, khususnya yang berkaitan dengan posisi dia sebagai seorang muslim. Barlas mengakui bahwa ketertarikan dia untuk mengkaji Islam tumbuh karena pengalaman yang ia hadapi di Pakistan sebagai tanah air pertama sampai 1983, dan juga di Amerika Serikat sebagai tanah air kedua sampai sekarang. Sebagaimana diketahui, Pakistan adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam (98%).
Satu pengalaman yang cukup menarik bagi Barlas adalah ketika rezim Ziaul Haq memperkenalkan syariah sebagai hukum positif di Pakistan . Namun, menurut Barlas, hukum ini justru menguatkan ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan, misalnya, dengan menyamakan kesaksian 2 perempuan dengan kesaksian 1 laki-laki, kegagalan untuk membedakan antara perkosaan dan perzinaan, di mana semua kasus di atas menjadi objek rajam, sesuatu yang menurut Barlas tidak pernah dinyatakan oleh Alquran. Lebih lanjut, menurutnya, beberapa hukum syariah yang diperkenalkan memiliki konsekuensi yang merugikan bagi perempuan.

  • Pembahasan
Asma Barlas adalah seorang penafsir perempuan yang ingin menafsirkan al-quran dengan semangat pembebasan dan menolak semua jenis penafsiran yang patriarki dan sensitive terhadap isu-isu gender, ada dua poin yang hendak dicapai :
  1. Al-Quran merupakan teks yang patriarkis dan misoginis
  2. Al-Quran merupakan sumber pembebasan bagi perempuan
Tujuan itu akan diwujudkannya dengan menafsirkan ulang dengan metode hermeunetik Qurani.
Pembebasan Asma Barlas terhadap al-quran adalah pembacaan yang lebih egaliter dan lebih baik, sebagai respon atas adanya dua klaim yang akan dijawabnya.
  1. Klaim bahwa teks al-Quran bersifat polisemik (mengandung banyak makna), maka dari itu sangat mungkin untuk diartikan secara patriarchal.
  2. Kenyataan bahwa beberapa ajarannya justru dirasa mengesankan adanya legitimasi terhadap budaya penindasan, patriarki, kenyataan bahwa al-quran mengakui bahwa laki-laki sebagai pemilik kekuasaan dan otoritas patriarki yang nyata.
Asma Barlas membaca patriarki yang ada pada penafsiran konserfatif terdahulu adalah karena mereka menafsirkan teks secara parsial dan terpotong-potong, bukan dengan cara melihat al-Quran sebagai sebuah totalitas hermenetik yang kompleks maupun sebagai sebuah teks yang memiliki latar belakang histories dan memiliki kepaduan tematis dan stuktural.
Pembacaan terhadap pembebasan al-Quran dapat dilakukan dengan cara membedakan antara aktualitas Islam dan kebenarannya yang trasendental, antara al-Quran dengan tafsirnya, serta antara Islam dengan praktik muslim (teks, budaya dan sejarah). Karena mereduksi islam yang sebenarnya atau konseptual menjadi islam yang dipraktekkan atau histories, merupakan kegagalan dalam mengakui kualitas kesakralan al-quran.
Dalam mendefinisikan patriarki, dia membedakan antara makna spesifik dan makna secara universal. Secara spesifik patriarki berarti kekuasaan spesifik yang secara historis dipegang oleh para ayah, yang kemudian dianalogikan pandangan tentang tuhan sebagai ayah/ laki-laki yang kemudian berlanjut kepada klaim suami untuk mengatur istri dan anak-anaknya. Sedangkan patriarki secara lebih luas berarti politik pembedaan jenis kelamin yang mengunggulkan laki-laki dengan cara mengalihkan jenis kelamin biologis ke dalam gender yang dipolitisasi, yang mengistimewakan laki-laki dan menjadikan perempuan sebagai yang berbeda dan lebih rendah.
Kemudian Asma Barlas dalam mendefinisikan hermenetik al-Quran adalah dengan cara memasukkan setiap pengungkapan tentang diri tuhan yang ada dalam al-Quran itu sendiri, dan aspek–aspek pengungkapan diri tuhan tentang pembacaan al-Quran yang membebaskan adalah :
Prinsip-prinsip keesaan, keadilan, dan keunikan Tuhan.
  1. Prinsip keesaan Tuhan (tauhid) memilki implikasi yang sangat luas terhadap cara kita memahami Tuhan dan firman-Nya. Dalam bentuknya yang sederhana prinsip merupakan lambang tentang keesaan tuhan. Tidak ada kedaulatan laki-laki yang diyakini sebagai perpanjangan dari kekuasaan tuhan yang bertolak belakang dengan doktrin tauhid. Karena teori-teori tentang kekuasaan laki-laki atas perempuan bertolak belakang dengan tauhid, maka harus ditolak secara teologis
  2. Prinsip keadilan Tuhan yang tidak pernah melakukan kezaliman terhadap siapapun. Keadilan tuhan membatasi dirinya pada penghormatan terhadap hak manusia.
  3. Tuhan tidak tertandingi sehingga tak terwakili, terutama dalam istilah-istilah yang menyerupakan Tuhan dengan ciptaan-Nya; penolakan Tuhan atas penjeniskelaminan, maka tidak ada alasan unuk mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kecenderungan terhadap jenis kelamin tertentu.

Di samping prinsip-prinsip Tiologis itu, Al-Quran sendiri menawarkan kriteria metodologi pembacaan spesifik yang memberikan penekanan pada prinsip-prinsip holisme tekshal, yaitu mencari makna terbaik dan menggunakan penalaran analisis dalam penafsiran,
Tentang epistimologi yang digunakan Asma Barlas adalah bagaimana dia membaca al-Quran dengan kapasitas dia sebagai seorang perempuan muslim yang mempertanyakan lagitimasi berbagai pembacaan al-Quran yang bersifat patriarkis dengan berdasar konsep teologi Islam yang membedakan antara apa yang difirmankan Tuhan dengan apa yang dipahami dari firman tersebut. Mempertanyakan dominasi otoritas laki-laki dalam memahami maksud dari firman Tuhan. Dan karena dia juga percaya bahwa perempuan lebih mungkin membaca al-quran untuk tujuan pembebasan dibandingkan laki-laki.
Metodologi yang diinginkan oleh Asma Barlas untuk memahami isi al-Quran dengan cara-cara sebagai berikut:
  1. Membacanya “ dari belakang “ = melakukan rekontruksi terhadap konteks sejarah yang memunculkan teks tersebut.
  2. Membacanya “ dari depan” = melakukan kontekstualisasi ulang al-Quran berdasarkan kebutuhan masa kini.

Membaca al-Quran sebagai sebuah teks berarti menemukan apa yang mungkin dikehendaki Tuhan (wacana relasi antara kehendak dan pengarang). Membaca al-Quran berarti menggali apa yang telah ada dalam al-Quran (menemukan makna yang bersifat interistik). Selain makna tersebut membaca al-Quran berarti membaca apa yang tidak dikatakannya (menangkap makna yang telah mapan yang tidak diucapkan) tergantung pada konteksnya.

Pembacaan terhadap al-Quran yang digunakan adalah dengan menggunakan metode hermeunetik al-Quran dan sebuah penafsiran yang holistik yang terkait secara tematis-kenyataan bahwa sebuah pembacaan tidak pernah dapat sepenuhnya objektif tidak menghilangkan kemungkinan untuk menghasilkan sesuatu yang benar. Bahkan dikatakan bahwa subjektifitas adalah akhir dari sebuah pemahaman bukan awal pemahaman.

  • Contoh aplikasi metode penafsiran Asma Barlas
Contoh penafsiran Asma Barlas dalam pembacaannya terhadap al-Qur’an yang menolak penafsiran yang bersifat patriarkis adalah ketika al-Qur’an menyatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan, dan bahwa kita tidak boleh menerapkan perumpamaan untuk Tuhan. Maka dia memandang penggunaan kata ganti “huwa” (dia laki-laki) sebagai sebuah konvensi bahasa yang buruk dan bukan sebagai klaim epistemologis tentang wujud Tuhan. Begitu juga dia lebih memilih kata “rabb” untuk Tuhan, bukan dengan menggunakan “Huwa/hu”. Karena dia ingin mempertahankan rujukan terhadap Tuhan yang bebas dari bias jenis kelamin/jender.

  • Kesimpulan
Yang membedakan Asma Barlas dengan Laela Ahmad, Amina Wadud atau Fatima Mernissi adalah rujukan yang dipakai Asma hampir tidak ada yang berasal dari rujukan kitab klasik seperti al-Thabari, Abduh, dll. Sehingga nampaknya Asma sebagai penulis lebih banyak mengandalkan sumber-sumber sekunder dalam khazanah pengetahuan Islam, terutama untuk kajian tafsir al-Qur’an yang tidak sama sekali merujuk kepada kitab tafsir klasik.
Akan tetapi, terlepas dari kekurangannya, apa yang disampaikan Asma tetap penting untuk dibaca dan didiskusikan. Meskipun seperti mengulang dari pemikiran feminis muslim lainnya seperti Laela Ahmad, Amina Wadud atau Fatima Mernissi, tetapi Asma tetap memiliki ciri khas untuk tetap memandu kita membaca al-Qur’an dengan hati dan akal, bukan dengan prasangka negatif.

Hadis-hadis Pilihan

1. عن أبي هُرَيْرَةَ قال كان النبيُّ صلى الله عليه وسلم بارزًا يومًا للناسِ فأَتاه رجلٌ فقال: ما الإيمان قال: الإيمان أن تؤمنَ بالله وملائكتِهِ وبلقائِهِ وبرسلِهِ وتؤمَن بالبعثِ قال: ما الإسلامُ قال: الإسلامُ أن تعبدَ اللهَ ولا تشركَ به وتقيمَ الصلاةَ وتؤدِّيَ الزكاةَ المفروضةَ وتصومَ رمضانَ قال: ما الإحسان قال: أن تعبدَ الله كأنك تراهُ، فإِن لم تكن تراه فإِنه يراك قال: متى الساعةُ قال: ما المسئولُ عنها بأَعْلَم مِنَ السائل، وسأُخبرُكَ عن أشراطِها؛ إِذا وَلَدَتِ الأَمَةُ رَبَّهَا، وَإِذا تطاولَ رُعاةُ الإبِلِ البَهْمُ في البنيان، في خمسٍ لا يعلمهنَّ إِلاَّ الله ثم تلا النبيُّ صلى الله عليه وسلم (إِنَّ الله عنده علم الساعة ) الآية: ثم أدبر فقال: رُدُّوه فلم يَرَوْا شيئاً فقال: هذا جبريل جاءَ يُعَلِّمُ الناسَ دينَهم
Dari abu hurairah ra berkata pada hari nabi saw berkumpul dengan para sahabat, tiba-tiba malaikat jibril mendatangi beliau lalu bertanya :"Apakah iman itu?", lalu rasulullah menjawab :"Iman adalah percaya pada Allah, para malaikat-Nya, akan bertemu dengan-Nya, para Utusan-Nya, dan percaya pada hari kiamat". Lalu malaikat jibril bertanya kembali :"Apakah Islam itu?", lalu Rasul pun menjawab :"Islam itu adalah beribadah pada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, melaksanakan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, dan berpuasa pada bulan ramadhan". Lalu malaikat jibril bertanya kembali :"Apakah Ihsan itu?", lalu Rasul pun menjawab :"engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak bisa melihat-nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu". Lalu malaikat jibril bertanya kembali :"kapan hari kiamat itu akan tiba?", lalu Rasul pun menjawab :"yang ditanyai tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya, tapi saya akan memberitahumu tanda-tandanya : Apabila budak melahirkan tuannya, dan apabila para pengembala unta yang sangat miskin itu berlomba-lomba meninggikan rumahnya, dan juga ada lima tanda lagi yang tidak mengetahuinya kecuali Allah SWT kemudian Nabi saw membaca ayat: yang artinya:"Sesungguhnya Allah mengetahui akan hari kiamat". Kemudian malaikat jibril itu berpaling dan meninggalkan tempat itu, lalu Rasulullah saw bersabda :"Inilah malaikat jibril, datang untuk mengajarkan ilmu agama pada pemeluknya".

2. عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم :« لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ ».
Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda : orang yang gemar berzina itu tidak akan melakukan perbuatannya itu ketika dalam keadaan beriman, dan orang yang suka minum minuman keras tidak akan melakukan perbuatannya itu ketika dalam keadaan beriman, juga orang yang suka mencuri tidak akan melakukan perbuatannya itu ketika dalam keadaan beriman, demikian juga orang yang suka merampok, ia tidak akan merampok dalam keadaan beriman.

3. عَن ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِي الْحَيَاءِ فَقَالَ: دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الْإِيْمَان.وَأَخْرَجَهُ مُسْلِم.
Dari Ibnu 'Umar ra sesungguhnya Nabi saw melewati seorang laki-laki yang sedang menasehati saudaranya tentang malu, kemudian nabi bersabda : Biarkanlah dia karena sesungguhnya malu itu sebagian dari iman. (HR. Imam Muslim)


4. عن عائشة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( سددوا وقاربوا وأبشروا فإنه لا يدخل أحدا الجنة عمله ) . قالوا ولا أنت يا رسول الله ؟ قال ( ولا أنا إلا أن يتغمدني الله بمغفرة ورحمة) .
Dari Aisyah dari Nabi saw bersabda:”Istiqomahlah dalam beramal dan berkata jujur, beramallah semampu kalian, dan berbahagialah, karena amal seseorang itu tidak dapat mengantarkannya ke surga”. Para sahabat bertanya :”Begitu pula engkau wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab :”Saya pun tidak, kecuali Allah menutupiku dengan ampunan dan rahamatnya”.

5. عن أبي هريرة : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( أرأيتم لو أن نهرا بباب أحدكم يغتسل فيه كل يوم خمسا ما تقول ذلك يبقي من درنه ) . قالوا لا يبقى من درنه شيئا قال ( فذلك مثل الصلوات الخمس يمحو الله بها الخطايا ) .
Dari Abu Hurairah ra. mendengar rasulullah saw bersabda:”Tahukah kamu sekalian bahwa apabila suatu sungai membentang di pintu salah seorang kalian, lalu salah seorang dari kamu sekalian mandi di sungai itu lima kali sehari, dan kamu tidak akan mengatakan bahwa kotoran badannya masih tersisa?” lalu para sahabat menjawab:”Tidak sedikitpun kotoran badannya tersisa”. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu itu, melaluinya Allah akan menghapus dosa-dosa”.

6. عن أبي هريرة فقلت إني سألت الله أن يرزقني جليسا صالحا فحدثني بحديث سمعته من رسول الله صلى الله عليه و سلم لعل الله أن ينفعني به فقال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة من عمله صلاته فإن صلحت فقد أفلح وأنجح وإن فسدت فقد خاب وخسر فإن انتقص من فريضته شيء قال الرب عز و جل انظروا هل لعبدي من تطوع ؟ فيكمل بها ما انتقص من الفريضة ثم يكون سائر عمله على ذلك
Dari abu hurairah berkata aku mendengar Rasulullah saw bersabda:”Amalan seorang hamba yang paling pertama dihisab pada hari kiamat adalah shalat, apabila shalatnya sempurna maka ia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya rusak maka ia akan menyesal dan merugi, dan apabila terdapat sesuatu yang kurang dari Shalat fardhunya, Allah berfirman:”Lihatlah (wahai para malaikat) apakah hamba-Ku ini memiliki amalan Shalat Sunnah? Kemudian disempurnakan yang kurang itu dengan amalan Shalat sunnah itu, selanjutnya baru amalan-amalan lainnya yang dihisab.

7. عن أبي هريرة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( إذا صلى أحدكم للناس فليخفف فإنه منهم الضعيف والسقيم والكبير وإذا صلى أحدكم لنفسه فليطول ما شاء
Dari abu hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda :”Apabila salah seorang kalian shalat menjadi imam maka ringankanlah bacaannya karena sesungguhnya dari makmum ada yang lemah, sakit dah telah lanjut usia. Dan apabila salah seorang kalian shalat dalam keadaan sendiri, maka perpanjanglah bacaannya sekehendak kalian.

8. فصلوا أيها الناس في بيوتكم فإن أفضل صلاة المرء في بيته إلا الصلاة المكتوبة
Wahai orang-orang sekalian shalatlah kalian di rumah-rumah kalian karena sesungguhnya keutamaan shalatnya seseorang itu adalah di rumahnya kecuali shalat yang diwajibkan (shalat fardhu).

9. عن عبد الرحمن : سمعت أبا هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل الصلاة) .
Dari abdurrahaman : aku mendengar abu hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda :”kalau saja tidak memberatkan kepada umatku, pasti aku akan menyuruh mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat”.

10. عن أبي موسى رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال له : ( يا أبا موسى لقد أوتيت مزمارا من مزامير آل داود .
Dari abu musa bahwa rasulullah saw pernah berkata kepadanya :”Wahai Abu Musa engkau telah diberi sebuah seruling dari keluarga Nabi Daud as.

11. عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ». وَأَخْرَجَهُ مُسْلِم
Dari Abu Hurairah ra. Berkata Rasulullah saw bersabda:”Semua amalan (baik) manusia akan dilipatgandakan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman kecuali ibadah puasa, karena puasa itu untuk-Ku, dan akulah yang sendiri yang akan menilainya, karena orang yang berpuasa itu meninggalkan syhwat (hawa nafsu) dan makanannya karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa ia memiliki dua sisi kebahagiaan, yang pertama pada saat berbuka puasa, dan yang kedua pada saat menjumpai tuhannya. Dan sesungguhnya aroma mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi daripada minyak kasturi di sisi Allah SWT. (HR. Imam Muslim).
12. حدثنا هناد حدثنا عبد الرحيم عن عبد الملك بن أبي سليمان عن عطاء عن زيد بن خالد الجهني : قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من فطر صائما كان له مثل أجره غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا
Dari Zaid bin Kholid al-Juhni berkata: Rasulullah saw beersabda orang yang memberikan makanan pada waktu berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka baginya pahala seperti pahala yang berpuasa tidak kurang sedikitpun”.
13. عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ - ثُمَّ قَالَ - ذَرُونِى مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَىْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَىْءٍ فَدَعُوهُ » .
Dari abu hurairah berkata bahwa rasulullah saw berkhutbah kepada kami dan bersabda:”Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kalian untuk melaksanakan ibadah haji, maka laksanakanlah”. Kemudian salah seorang laki-laki (aqra’ bin habis) bertanya:”Apakah wajib setiap tahun wahai Rasulullah?” maka rasulullah diam samapai lelaki itu mengulang pertanyaannnya tiga kali lalu bersabda:”Kalau saya mengiakan niscaya akan wajib pada setiap tahun dan kalianpun tidak akan sanggup melaksanakannya”. Kemudian Rasulullah bersabda lagi :”Tinggalkanllah apa yang aku tinggalkan, ketahuilah bahwa umat-umat sebelum kalian celaka karena mereka banyak bertanya dan menyalahi Nabi-nabi mereka. Apabila aku memerintahkan sesuatu maka laksanakanlah semampunya dan apabila melarang melakukan sesuatu maka tinggalkanlah”.

14. عن أبي هريرة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم سئل أي العمل أفضل ؟ فقال ( إيمان بالله ورسوله ) . قيل ثم ماذا ؟ قال ( الجهاد في سبيل الله ) . قيل ثم ماذا ؟ قال (حج مبرور )
Dari Abu hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw ditanya:”Kebajikan yang mana yang paling utama?” Beliau menjawab:”Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian ditanya kembali:”Apa yang berikutnya?” beliau menjawab:”Jihad di jalan Allah”. Kemudian lagi ditanya kembali:”Yang berikutnya apa?” beliau menjawab:”Haji yang mabrur”.
15. عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول ( من حج لله فلم يرفث ولم يفسق رجع كيوم ولدته أمه )
Dari abu hurairah ra berkata: aku mendengar rasulullah saw bersabda:”orang yang melakukan ibadah haji semata-mata karena Allah dan tidak berkata kotor dan tidak berbuat fasik, maka ia akan kembali seperti pada saat ia baru dilahirkan oleh ibunya”.


16. أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ فِى الصَّحِيحِ
Sesungguhnya Abdullah bin 'Umar mengabarkan bahwa Rasulullah saw bersabda :"Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain, ia tidak boleh menzhalimi dan menghinanya, dan barang siapa yang membantu sesama muslim maka Allah akan membantunya, dan orang yang melapangkan musibah sesama muslimnya, maka Allah pun akan melapangkannya ketika ditimpa musibah pada hari kiamat nanti, dan orang yang menutupi keburukan saudara sesama muslimnya, maka Allah akan menutupi keburukannya pada hari kiamat nanti". (HR. Imam Bukhari dalam Shahihnya)
17. عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « السَّاعِى عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
Dari abu hurairah ra dari Nabi saw bersabda:”Orang yang senantiasa membantu perempuan yang tidak bersuami (janda) dan orang miskin ,(akan mendapatkan pahala) seperti seorang yang berjihad di jalan Allah”.

18. عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا قُلْ قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ». رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِى الصَّحِيحِ
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda:"seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada seorang mukmin yang lemah tetapi keduanya itu sama-sama baik. Peliharalah apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bermalas-malasan dalam melakukan kebaikan. Jika kamu ditimpa suatu musibah maka janganlah sesekali mengatakan seandainya saya melakukan yang demikian maka akan begini dan begini, akan tetapi katakanlah bahwa Allah telah mentakdirkan dan apa yang Allah kehendaki pasti akan dilaksanakan, karena berandai-andai itu akan membuka jalan untuk setan. (HR. Imam Muslim dalam Shahihnya)
19. عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ » .
Dari Anas berkata: Rasulullah saw bersabda:”tidak seorang muslim pun yang menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan burung atau manusia atau binatang kecuali dicatat sebagai sedekah baginya”.
20. عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ( المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هجر ما نهى الله عنه )
Dari ‘Abdullah bin ‘amr ra dari Nabi saw bersabda:”Seorang muslim adalah apabila orang muslim lainnya selamat dari lidah dan tangannya, sedangkan orang yang berhijrah adalah orang yang menjauhi apa yang dilarang oleh Allah”.
21. عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اثْنَتَانِ فِى النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ الطَّعْنُ فِى النَّسَبِ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ ».
Dari abu hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda:”Dua perkara yang ada dalam diri manusia yang bisa menyebabkan kekufuran, yaitu menghina keturunan dan meratapi orang yang telah meninggal”.
22. أن أمه أم كلثوم بنت عقبة أخبرته : أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا )
‘Ummu kultsum binti ‘Uqbah menceritakan : bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda:”tidak dikatakan seorang pembohong orang yang selalu membuat kedamaian antara manusia, lalu ia menyampaikan suatu kebaikan atau mengatakan hal-hal yang baik”.

23. حدثنا أنس بن مالك رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم ( إذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا وعليكم )
Anas bin Malik ra. bercerita kepada kami bahwa Nabi saw bersabda:”Apabila orang ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian maka jawablah dengan Wa’alaikum (dan juga atas kamu sekalian).

Tafsir Aliran Tentang Ayat Yang Sering Diperdebatkan

Pendahuluan
Keberadaan sifat pada Allah SWT menjadi polemik bagi aliran-aliran yang berbeda prinsip-prinsip keislamannya (Ushul), sehingga terjadi perbedaan pendapat tentang hal itu bahkan itu menjadi perdebatan sampai sekarang. Karena ada beberapa aliran yang mengingkari sifat Allah dengan alasan karena Allah itu satu dan zat tidak akan ada lagi selain zat, mu’tazilah diataranya dengan ushulul khomsahnya terutama dalam poin yang pertama yaitu al-tauhid, dengan kalimat:
أن الصفات ليست شيئا غير الذات
Kemudian berbeda lagi dengan ahlus sunnah tepatnya kalangan salaf yang mewajibkan percaya dan mengakui sifat Allah bagi orang islam, dengan dasar firman Allah SWT:Artinya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Dan yang Artinya:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung.
(Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih.

Dari Ayat-ayat tersebut al-Hafidz ibnu al-Qayyim berkata bahwa itulah ayat-ayat yang mana apabila dalam hak para musyrikin dan orang-orang kafir menjadi jamuan bagi orang yang berbohong kepada Allah dalam ketauhidan-Nya, agama-Nya, asma-Nya, sifat-Nya dan af’al-Nya.
Selain ayat-ayat tentang sifat Allah, yang sering menjadi perdebatan juga adalah ayat-ayat mutasyabihat yaitu ayat-ayat yang masih samar maknanya dalam penafsiran.
Jawaban :
Diantara ayat-ayat yang sering diperdebatkan adalah :
Al-An’am ayat 103:
Artinya:
103. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.
Al-Qiyamah ayat 22-23:Artinya:
22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
23. kepada Tuhannyalah mereka melihat.
Al-A’raf ayat 143:Artinya:
143. dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu , dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".
Al-Baqarah ayat 62:
Artinya:
62. Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin , siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh , mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ayat ini diperdebatkan karena kaitannya dengan iman seseorang apakah bisa bertambah atau bahkan berkurang?. Karena sebagian aliran diantaranya mu’tazilah, qadariyyah, dan jahmiyah itu mengartikan iman hanya sebatas hati (ma’rifah al-qalb) dengan alasan bahwa iman berkaitan dengan pengakuan/ pengi’tiqadan (al-Tashdiq) sedangkan al-Tashdiq tidak akan bisa dilakukan kecuali dengan hati (al-Qalb) .
Sedangkan Ahlussunnah mengartikan iman dengan pengakuan dengan hati, pengikraran dengan lisan dan beramal dengan anggota badan , sehingga ahlussunnah berpendapat bahwa iman dapat bertambah apabila ia taat dan bahkan berkurang apabila ia berbuat maksiat.
Al-Fath ayat 27:
Artinya:
27. Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat .
Ahlussunnah berpendapat dalam ayat ini bahwa adanya istisna (pengecualian) dalam iman karena kita menilai iman dengan perbuatannya karena termasuk kepada definisi iman tadi yaitu beramal dengan anggota badan, jadi terjadinya istisna itu ada pada iman bukan pada al-Tashdiq.
Tahaa ayat 5:
Artinya:
5. (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy .

Mu’tazilah dalam mengartikan ayat ini berpendapat bahwa ayuat ini termasuk dalam metamorphosis dengan kata lain ayat al-quran menggambarkan bahwa tuhan bersifat jasmani, olehsebab itu mu’tazilah mentakwil ayat ini dengan pengertian yang layak bagi kebesaran dan keagungan tuhan. Berbeda dengan asyariyah, asyariyah menafsirkan ayat ini dengan cara menerima apa adanya sebagaimana makna harfiyahnya tapi tanpa ada praktek atau gambaran (bila kaifin) dan tanpa diketahui cara dan batasannya.
Kesimpulan :
Ayat-ayat yang menjadi perdebatan aliran-aliran dalam islam masih sangat banyak dan argument-argumen yang dilontarkan juga masih dalam tataran ayat-ayat al-quran karena keterbatasan pengetahuan penulis maka mungkin hanya ini yang dapat penulis sampaikan. Terima kasih.

Karomah, Mukjizat, dan lain-lain

PENDAHULUAN
Setelah pembahasan kemarin tentang pengertian, syarat dan peran mukjizat bagi para Rasul/Nabi. Dan pembahasan sekarang tentang perbedaan mukjizat, karomah, istidraj dan irkhash. Dalam pembahasan ini insya Allah kami akan menjelaskan pengertian dan perbedaannya. Tetapi dalam pembahasan mukjizat kami tidak terlalu banyak pembahasan karena telah dijelaskan.

Mukjizat
المعجزة : أمر خارق للعادة، داعية إلى الخير و السعادة، مقرونة بدعوى النبوة، قصد به اظهار صدق من ادعى انه رسول من الله.
Sesuatu yang diluar kebiasaan yang mengajak kepda kebaikan dan kebahagiaan yang mengiringi dakwah kenabian yang bertujuan untuk menguatkan kebenaran ajaran nabi.

Karomah
الكرامة : ظهور أمر خارق للعادة من قبل شخص غير مقارن لدعوى النبوة.
Adanya sesuatu yang timbul diluar kebiasaan dari seseorang yang tidak dibarengi dengan dakwah kenabian.
Karomah menurut bahasa/lughoh sama dengan Aza-zah artinya kemuliaan. Pengertian karomah menurut Syeck Ibrahim Al Bajuri karomah adalah” sesuatu luar biasa yang tampak dari kekuasaan seorang hamba yang telah jelas kebaikannya yang ditetapkan karena adanya ketekunan didalam mengikuti syariat nabi dam mempunyai i’tiqod yang benar”. Pemberian seperti ini diberikan Allah kepada para Awliya’ sebagai kemulian bagi mereka.
Menurut Hakim At-Tirmidz Adapun yang dimaksud karamah al-awliya’ tiada lain, kemuliaan, kehormatan,(al-ikram); penghargaan (al-taqdir); dan persahabatan (al-wala) yang dimiliki para wali Allah berkat penghargaan, kecintaan dan pertolongan Allah kepada mereka. Karamah al-awliya itu, dalam pandangan Hakim at-Tirmidzi, merupakan salah satu ciri para wali secara lahiriah (‘alamat al-awliya’ fi al-zhahir) yang juga dinamakannya al-ayat atau tanda-tanda.
Hakim at-Tirmidzi membagi karamat al-awliya ke dalam dua bagian. Pertama, karamah yang bersifat ma‘nawi atau al-karamat al-ma‘nawiyyah. Karamah yang pertama merupakan sesuatu yang bertentangan dengan adat kebiasaan secara fisik-inderawi, seperti kemampuan seseorang unrtuk berjalan di atas air atau berjalan di udara. Sedangkan karamah yang kedua merupakan ke-istiqamah-an seorang hamba di dalam menjalin hubungan dengan Allah, baik secara lahiriah maupun secara batiniah yang menyebabkan hijab tersingkap dari kalbunya hingga ia mengenal kekasihnya, serta merasa ketentraman dengan Allah. At-Tirmidzi memaparkan karamah yang kedua sebagai yang berikut:
Kemudian Tuhan memandang wali Allah dengan pandangan rahmat. Maka Tuhan pun dari perbendaharaan rububiyyah menaburkan karamah yang bersifat khusus kepadanya sehingga ia (wali Allah) itu berada pada maqam hakikat kehambaan (al-haqiqah al-ubudiyyah). Kemudian Tuhan pun mendekatkan kepada-Nya, memanggilnya, menghormati dan meninggikannya. Menyayanginya dan menyerunya. Maka wali pun menghampiri Tuhan ketika ia mendengar seru-Nya. Mengokohkan (posisi)-nya dan menguatkannya; memelihara dan menolongnya; sehingga ia meresponi dan menyambut seruan-Nya. Dalam kesunyian ia memanggil-Nya. Setiap saat ia munajat kepada-Nya. Ia pun memanggil kekasihnya. Ia tidak mengenal Tuhan selain Allah.
Jadi karomah adalah merupakan sesuatu perkara yang terjadi diluar kemampuan akal manusia biasa untuk memikirkan atau menciptakan .perkara itu ( karomah) diberikan Alloh kepada hambanya yang sudah terang kebaikannya (keshalehannya), setiap sikap perbuatan dan ucapannya serta keadaan hatinya selalu bergerak sesuai dengan tuntunan ajaran Islam yang dibawa oleh Rosululloh SAW baik dalam segi syaria’t atau aqidah serta akhlaknya.
Oleh karena itu bagi Waliyulloh dengan Karomahnya kadang-kadang tampak keanehan-keanehan baik dalam sikap tindakan dan ucapan yang tidak begitu saja mudah bagi akal manusia biasa untuk memahaminya. Sebagai contoh karomah ialah seperti dapat dilihat adanya peristiwa Maryam yang disebut dalam surat Ali Imron ayat 37:Artinya:
Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.

juga peristiwa Ashabul Kahfi dalam surat al kahfi ayat 25: Artinya:
dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).
Orang yang menolak karamah al-awliya’, disebabkan mereka tidak mengetahui persoalan ini kecuali kulitnya saja. Mereka tidak mengetahui perlakuan Allah terhadap para wali. Sekiranya orang tersebut mengetahui hal-ihwal para wali dan perlakuan Allah terhadap mereka; niscaya mereka tidak akan menolaknya. Penolakan mereka terhadap karamah al-awliya’, disebabkan oleh kadar akses mereka terhadap Allah hanya sebatas menegaskan-Nya; bersungguh-sungguh di dalam mewujudkan kejujuran (al-shidq); bersikap benar dalam mewujudkan kesungguhan sehingga meraih posisi al-qurbah (dekat dengan Allah). Sementara mereka buta terhadap karunia dan akses Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Demikian juga buta terhadap cinta (mahabbah) dan kelembutan (ra’fah) Allah kepada para wali. Apabila mereka mendengar sedikit tentang hal ini, mereka bingung dan menolaknya.

Istidroj
الاستدراج : أن يجعل الله العبد مقبول الحاجة وقتا فوَقتا إلى أقصى عمره للابتدال البلاء و العذاب.
Allah menjadikan hambanya sebagai orang yang kebutuhannya terkabul disetiap waktu sampai habis umurnya sebagai penolak bala dan azab

Istidraj adalah adalah pemberian nikmat Allah kepada manusia yang mana pemberian itu tidak diridhai oleh Nya karena digunakan untuk perbuatan yang melanggar perintah-Nya. Pendapat lain mengatakan bahawa Istidraj adalah sesuatu yang luar biasa yang diberikan Allah kepada orang yang jelas kefasikannya, kekafiran, dan kemusyrikannya, sebagai sebuah ujian atau cobaan.
Rasulullah saw bersabda:”Jika engkau melihat Allah memberikan kepada seseorang tentang keduniaan yang dicintainya berdasarkan kemaksiatan, itulah yang disebut Istidraj”. Kemudian Rasulullah saw membacakan firman Allah swt: (QS Al An’aam (6): 44)
Artinya: Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (HR.Ahmad )
Allah swt telah membuat suatu perumpamaan dengan umat yang terdahulu untuk kita jadikan pelajaran dan sebagai bukti nyata. Kesulitan hidup termasuk sunnatullah yang akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya agar mereka kembali ke jalan dan petunjuk-Nya, yaitu dengan menyeru ke jalan tauhid dan beribadah kepada Allah, sehingga dapat mendekatkan diri dan takut kepada-Nya. Namun, mereka tidak menerima dan meresponnya. Oleh karena itu, Allah menguji mereka dengan penghidupan yang lapang, atau penghidupan yang sempit. Tatkala Allah mengutus para rasul kepada mereka untuk memberikan peringatan dan kabar gembira, mereka inkar. Lalu Allah membukakan bagi mereka pintu-pintu rizki, beranekaragam kesenangan, kehidupan mewah, kesehatan, keamanan dan lainnya yang mereka sukai. Sehingga tatkala mereka bersukaria dengan apa yang mereka raih, baik itu harta kekayaan, anak-anak, dan rizki, mereka menjadi lalai. Lalu Allah menyiksa dan memusnahkan mereka. Akhirnya mereka frustasi untuk mendapatkan kebaikan dan keselamatan. Inilah yang disebut Istidraj
Manusia yang diistidraj oleh Allah adalah manusia yang lupa daratan. Walaupun berbuat maksiat, dia merasa Allah menyayanginya. Mereka bahkan memandang hina kepada orang yang beramal. Seperti:
Firaun. Nikmatnya tak terkira, tidak pernah sakit. Allah memberinya nikmat kesehatan. Orang lain selalu sakit, tapi Firaun tidak, orang lain mati,namun dia masih belum mati-mati juga, sampai ia merasa angkuh dan besar kemudian mengaku dirinya tuhan. Tapii dengan itulah Allah memnbinasakan dia
Namrud, yang pernah mencoba membakar Nabi Ibrahim. Betapa besar pangkat Namrud? Dia begitu sombong dengan Allah, akhirnya dalam sebuah riwayat disebutkan ia menemui ajalnya hanya disebabkan seekor nyamuk yang masuk ke dalam lubang hidungnya.

Irhash
الارهاص : ما يظهر من الخوارق عن النبي صلى الله عليه وسلم قبل ظهوره.

Irhash adalah sesuatu yang luar biasa yang diberikan Allah kepada seseorang yang dipersiapkan untuk membawa risalah. Seperti melindunginya awan atas Nabi Muhammad Saw sebelum Pengutusan beliau.
Dapat dikatakan irkhash adalah sesuatu yang diberikan kepada calon Nabi berupa keluarbiasaan.

Kesimpulan :
Dalam pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Mukjizat diberikan kepada para Rasul/Nabi
2. Karomah diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa dan shalih
3. Istidraj diberikan kepada orang-orang yang berbuat maksiat kepada Allah
4. Sedangkan irkhash diberikan kepada calon Nabi.

Tafsir An-Nur

TAFSIR AN-NUR

Karya Prof. Dr. Hasbi al-shiddieqy

I. PENDAHULUAN

RIWAYAT TAFSIR AN-NUR[1]

Tafsir An-Nur ini dikerjakan oleh Hasbi Ash-Shiddiqy sejak tahun 1952-1961 (sembilan tahun) di sela-sela kesibukannya mengajar, memimpin fakultas, menjadi anggota konstituante dan kegiatan-kegiatan lainnya. Hidupnya yang sarat dengan beban itu tidak memberi peluang baginya untuk secara konsisten mengikuti tahap-tahap kerja yang lazim dilakukan oleh penulis-penulis profesional. Dengan bekal pengetahuan, semangat dan dambaannya untuk menghadirkan sebuah kitab tafsir dalam bahasa indonesia yang tidak hanya sekedar terjemahan, ia mendiktekan naskah kitab tafsirnya ini kepada seorang pengetik dan langsung menjadi naskah siap cetak. Memang ketika ia mendiktekan naskah itu, di atas meja kerjanya penuh terhampar buku-buku referensi dan catatan-catatannya berupa kertas berserakan. Itulah yang menjadi salah satu penyebab terjadi pengulangan informasi, penekanan ayat, penomoran catatan kaki yang tidak mengikuti metode penulisan karya ilmiah dalam tafsir ini.

Tafsir an-Nur telah dicetak sebanyak dua kali, cetakan yang kedua telah mengalami beberapa penyempurnaan menyangkut penggantian kulit muka dan struktur bahasa indonesia.

Tafsir An-Nur yang pertama terbit pada tahun 1956, ini adalah kitab tafsir pertama yang diterbitkan di indonesia, sehingga merupakan pelopor dari khazanah perpustakaan di tanah air, menurut penilaian seorang mubaligh, tafsir ini mudah dicerna tidak saja oleh golongan pemula, namun juga bisa dipelajari dan dijadikan objek penelitian dan para peminat tafsir.

Penerbitan cetakan kedua dilakukan penyempurnaan bahasa oleh H. Sudarto, seorang wartawan yang berdiam di Semarang, dan juga penyuntingan, persiapan sistem penyusunan tafsir oleh alm. Prof. Dr. Nourrouzzaman shiddiqi, M. A. (salah seorang putera alm. Teungku muhammad hasbi ash-shiddiqi, yang wafat pada tanggal 19 Juli 1999).

II. BIOGRAFI HASBI AL-SHIDDIEQY[2]

Prof. DR. Hasbi al-Shiddieqy Lahir di Lhokseumawe, 10 Maret 1904 – Wafat di Jakarta, 9 Desember 1975. Seorang ulama Indonesia, ahli ilmu fiqh dan usul fiqh, tafsir, hadis, dan ilmu kalam. Ayahnya, Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhammad Su’ud, adalah seorang ulama terkenal di kampungnya dan mempunyai sebuah pesantren (meunasah). Ibunya bernama Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz, putri seorang Qadhi Kesultanan Aceh ketika itu. Menurut silsilah, Hasbi al-Shiddieqy adalah keturunan Abu Bakar al-Shiddieq (573-13 H/634 M), khalifah pertama. Ia sebagai generasi ke-37 dari khalifah tersebut melekatkan gelar al-Shiddieqy di belakang namanya.

Pendidikan agamanya diawali di dayah (pesantren) milik ayahnya. Kemudian selama 20 tahun ia mengunjungi berbagai dayah dari satu kota ke kota lain. Pengetahuan bahasa Arabnya diperoleh dari Syekh Muhammad ibn Salim al-Kalali, seorang ulama berkebangsaan Arab. Pada tahun 1926, ia berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pendidikan di Madrasah al-Irsyad, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syekh Ahmad Soorkati (1874-1943), ulama yang berasal dari Sudan yang mempunyai pemikiran modern ketika itu. Di sini ia mengambil pelajaran takhassus (spesialisasi) dalam bidang pendidikan dan bahasa. Pendidikan ini dilaluinya selama 2 tahun. Al-Irsyad dan Ahmad Soorkati inilah yang ikut berperan dalam membentuk pemikirannya yang modern sehingga, setelah kembali ke Aceh. Hasbi ash-Shiddieqy langsung bergabung dalam keanggotaan organisasi Muhammadiyah.

Pada zaman demokrasi liberal ia terlibat secara aktif mewakili Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dalam perdebatan ideologi di Konstituante. Pada tahun 1951 ia menetap di Yogyakarta dan mengkonsentrasikan diri dalam bidang pendidikan. Pada tahun 1960 ia diangkat menjadi dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jabatan ini dipegangnya hingga tahun 1972. Kedalaman pengetahuan keislamannya dan pengakuan ketokohannya sebagai ulama terlihat dari beberapa gelar doktor (honoris causa) yang diterimanya, seperti dari Universitas Islam Bandung pada 22 Maret 1975 dan dari IAIN Sunan Kalijaga pada 29 Oktober 1975. Sebelumnya, pada tahun 1960, ia diangkat sebagai guru besar dalam bidang ilmu hadis pada IAIN Sunan Kalijaga. Hasbi ash-Shiddieqy adalah ulama yang produktif menuliskan ide pemikiran keislamannya. yang didasari karena lima jasa yang dimiliki oleh beliau, yakni :

1. Pembinaan IAIN;

2. Perkembangan Ilmu agama Islam;

3. Jasa-jasa beliau kepada masyarakat;

4. Pokok-pokok pemikiran beliau tentang cita-cita hokum Islam, dan:

5. Pendapat-pendapatbeliau tentang beberapa masalah hokum.

Sementara gelar Professor dalam bidang ilmu Hadits beliau peroleh tahun 1962 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No. B.IV.I/37-92 tanggal 30 Juli 1962 dan dikukuhkan dengan Keputusan Presidn RI No. 71/M-1 tanggal 22 Mei 1963.[3]

Ada beberapa sisi menarik pada diri Muhammad Hasbi, antara lain:[4]

Pertama, ia adalah seorang otodidak. Pendidikan yang ditempuhnya dari dayah ke dayah, dan hanya satu setengah tahun duduk di bangku sekolah Al Irsyad (1926). Dengan basis pendidikan formal seperti itu, ia memperlihatkan dirinya sebagai seorang pemikir. Kemampuannya selaku seorang intelektual diakui oleh dunia internasional. Ia diundang dan menyampaikan makalah dalam Internasional Islamic Colloquium yang diselenggarakan di Lahore Pakistan (1958). Selain itu, berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya di Indonesia, ia telah mengeluarkan suara pembaharuan sebelum naik haji atau belajar di Timur Tengah.

Kedua, ia mulai bergerak di Aceh, di lingkungan masyarakat yang dikenal fanatik, bahkan ada yang menyangka “angker”. Namun Hasbi pada awal perjuangannya berani menentang arus. Ia tidak gentar dan surut dari perjuangannya kendatipun karena itu ia dimusuhi, ditawan dan diasingkan oleh pihak yang tidak sepaham dengannya.

Ketiga, dalam berpendapat ia merasa dirinya bebas tidak terikat dengan pendapat kelompoknya. Ia berpolemik dengan orang-orang Muhammadiyah dan Persis, padahal ia juga anggota dari kedua perserikatan itu. Ia bahkan berani berbeda pendapat dengan jumhur ulama, sesuatu yang langka terjadi di Indonesia.

Keempat, ia adalah orang pertama di Indonesia yang sejak tahun 1940 dan dipertegas lagi pada tahun 1960, menghimbau perlunya dibina fiqh yang berkepribadian Indonesia. Himbauan ini menyentak sebagian ulama Indonesia. Mereka angkat bicara menentang fiqh (hukum in concreto) di-Indonesia-kan atau dilokalkan. Bagi mereka, fiqh dan syariat (hukum in abstracto) adalah semakna dan sama-sama universal. Kini setelah berlalu tigapuluh lima tahun sejak 1960, suara-suara yang menyatakan masyarakat muslim Indonesia memerlukan “fiqh Indonesia” terdengar kembali. Namun sangat disayangkan, mereka enggan menyebut siapa penggagas awalnya. Mencatat penggagas awal dalam sejarah adalah suatu kewajiban, demi tegaknya kebenaran sejarah.

Pada tanggal 9 Desember 1975, berusia 71 tahun, setelah beberapa hari memasuki karantina haji, dalam rangka menunaikan ibadah haji, beliau berpulang ke rahmatullah, beliau meninggal di Rumah Sakit Islam Jakarta dan jasad beliau dimakamkan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat Jakarta.[5] Pada waktu pemberangkatan jenazahnya dari rumah anaknya yang bungsu di Tanjung Duren Selatan Jakarta Barat ke Pekuburan IAIN Syarif Hidayatullah di Ciputat Jakarta selatan telah memberikan kata sambutan pelepasan : Amelz (Abdul Manaf el-Zamzami) mewakili keluarga, serta Prof. Dr. Hamka dan Drs. H. Kafrawi Ridwan, M.A atas nama menteri agama. Makamnya berdampingan dengan Prof. Thoha Yahya Umar M.A, dan dekat makam Sa’adudin Jambek.

III. KARYA-KARYA HASBI ASH-SHIDDIEQY

Hasbi Ash-Shiddieqy adalah seorang alim yang sangat produktif dan banyak menulis. Karya tulisnya mencakup berbagai disiplin ilmu keislaman. Menurut catatan, buku yang ditulisnya berjumlah 73 judul (142 jilid). Sebagian besar karyanya adalah tentang fiqh (36 judul). Bidang-bidang lainnya adalah hadis (8 judul), tafsir (6 judul), tauhid (ilmu kalam; 5 judul). Sedangkan selebihnya adalah tema-tema yang bersifat umum. Beberapa diantaranya adalah :

1. Tafsir an-Nur

2. Al-Bayan, yang merupakan penyempurnaan dari tafsir an-nur

3. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an. Karena keahliannya dalam bidang tafsir, sehingga ia diberi penghargaan sebagai salah seorang penulis tafsir terkemuka di Indonesia pada tahun 1957/1958, serta dipilih sebagai wakil ketua lembaga penerjemah dan Penafsir al-Qur’an Departemen Agama RI.[6]

4. Pengantar Hukum Islam

5. Peradilan dan Hukum Acara Islam

6. Sejarah Pengantar Ilmu Hadis

7. Pokok-pokok Ilmu Diniyah Hadis (I-II)

8. Kuliah Ibadah

9. Fiqh Mawaris

10. Pedoman Haji

11. Pidana Mati dalam Syariat Islam

12. Hukum-hukum Fiqih Islam

13. Pengantar Fiqh Muamalah

14. Filsafat Hukum Islam

15. Kriteria antara Sunnah dan Bid’ah

16. Buklet “ Penoetoep Moeloet” (karya pertama pada awal tahun 1930-an)

17. Buku Al-Islam, dua jilid (1951)

18. Buku Pedoman Shalat, yang dicetak ulang sebanyak 15 kali oleh dua percetakan yang berbeda (1984)

19. Buku Mutiara Hadits, sebanyak 8 jilid (1968)

20. Buku Koleksi Hadits Hukum, sebanyak 11 jilid, baru terbit 6 jilid (1971) dll.

IV. METODE PENAFSIRAN

Untuk menentukan metode apa yang di gunakan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy, harus diketahui dulu motivasi dan sumber-sumber dalam penafsiran An-Nur. Pada kata pengantar Tafsir An-Nur, beliau mengatakan :

Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan ; bahwa Al-Qur’an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran-penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakhwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur’an secara ringkas. Dengan berharap taufiq dan inayah yang maha pemurah lagi maha penyayang, kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab hadits yang mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kitab tafsir in dengan saya namai “An-Nur.[7]

Melihat ungkapan diatas, terlihat bahwa motivasi Hasbi Ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu untuk memenuhi hajat orang Islam di Indonesia untuk mendapatkan tafsir dalam Bahasa Indonesia yang lengkap, sederhana dan mudah dipahami, sesrta ia menerangkan sepenggal-sepenggal ayat al-qur’an dengan menulisnya menggunakan bahasa latin dimaksudkan agar orang-orang yang tidak bisa membaca al-qur’an dengan bahasa arabnya maka ia bisa membacanya dengan huruf latin.

Sumber yang beliau gunakan dalam menyusun tafsir An-Nur adalah :

1. 'Umdatut Tafsir 'Anil Hafidz Ibnu Katsir,

2. Tafsir al-Manar(karya Muhammad Abduh);

3. Tafsir al-Qasimy;

4. Tafsir al-Maraghy (karya Ahmad Musthafa al-Maraghi), dan

5. Tafsir al-Wadhih.

Sedangkan metode yang dilakukan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy adalah:[8]

Pertama, mengemukakan ayat-ayat yang akan ditafsirkan satu, dua, atau tiga ayat dan kadang-kadang lebih. Dan dalam hal ini Hasbi Ash-Shiddieqy menuruti al-maragy, yang pada umumnya menuruti al-manar dan kadang-kadang menuruti tafsir al-wadhih.

Kedua, ayat-ayat tersebut kemudian di bagi kepada beberapa jumlah. Masing-masing jumlah ditafsirkan sendiri-sendiri.

Ketiga, dalam menerjemahkan ayat ke dalam bahasa indonesia, Hasbi Ash-Shiddieqy berpedoman kepada tafsir abu suud, tafsir shiddiqy hasan khan dan tafsir al-qasimy.

Keempat, menerangkan tafsiran ayat, dalam materi penafsiran Hasbi Ash-Shiddieqy mensarikan dari uraian al-maraghy dan al-manar, dan dalam menafsirkan ayat-ayat yang semakna menuruti tafsir al-imam ibnu katsir.

Kelima, menerangkan asbabun nuzul ayat, apabila terdapat atsar yang diakui keshahihannya oleh ahli atsar.

Metode semacam ini juga dipergunakan oleh mufassir pada abad modern yang ditulis pasca kebangkitan umat Islam, seperti metode yang dipakai Prof. DR. Hamka (Indonesia).

Berdasarkan sumber-sumber yang dipakai, maka dapat diketahui bahwa metode yang dipakai oleh Hasbi Ash-Shiddieqy dalam menyusun tafisir An-Nur adalah metode campuran antara metode bil Ro’yi atau bil Ma’qul. Hal ini juga beliau kemukakan bahwa, dalam menyusun tafsir ini berpedoman pada tafsir induk, baik kitab tafsir bil Matsur maupun kitab tafsir bin Ma’qul.

Sementara jika diperhatikan sistematika yang tergantung dalam kitab tafsir An-Nur, terdiri dari 4 (empat) tahap pembahasan, yakni :

1. Penyebutkan ayat secara tartib mushaf tanpa diberi judul;

2. terjemahan ayat kedalam Bahasa Indonesia dengan diberi judul “Terjemahan”;

3. Penafsiran masing-masing ayat dengan didukung oleh ayat yang lain, hadits, riwayat Shahabat dan Tabi’in serta penjelasan yang ada kaitannya dengan ayat tersebut dan tahapan ini diberi judul “Tafsirnya”;

4. Kesimpulan, intisari dari kandungan ayat yang diberi judul “Kesimpulan”.

V. KESIMPULAN

Tafsir An-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy tidak mempunyai corak dan orientasi terhadap bidang tertentu, sebab kalau diperhatikan semua tafsirnya tidak memuat bidang ilmu tertentu, seperti bidang Bahasa, hukum, sufi, filsafat dan sebagainya. Hasbi Ash-Shiddieqy membahasnya dengan mengaitkan bidang ilmu pengetahuan secara merata artinya tidak ada penekanan pada bidang tertentu, sebab membahas dengan memfokuskan pada bidang tertentu menurutnya akan membahwa para pembaca keluar dari bidang tafsir.

Pada kata pengantar kitab tafsir an-Nur beliau menyatakan : “Meninggalkan uraian yang tidak langsung berhubungan dengan tafsir ayat, supaya tidak selalu para pembaca dibawa keluar dari bidang tafsir, baik ke bidang sejarah atau bidang ilmiah yang lain”

Dari ungkapan di atas, Hasbi Ash-Shiddieqy tidak bermaksud menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan uraian ilmiah yang panjang lebar yang dikhawatirkan keluar dari tujuan ayat-ayat tertentu. Dengan demikian tafsir An-Nur tidak mempunyai corak atau orientasi tertentu, namun bisa dikatakan komplit, artinya meliputi segala bidang.[9]

Sekilas Tentang Filologi Tafsir Al-Nur yang Ditemukan Oleh Pemakalah

Nama: Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur

Pengarang : Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy

Editor : Dr. H. Nourouzzaman Shiddiqi, MA. Dan H. Z. Fuad Hasbi ash-Shiddieqy

Penerbit : Pustaka Rizki Putra

Kota Penerbit : Semarang

Tahun Terbit : 2000

ISBN : 979-9430-01-1

Jumlah Halaman + Ukuran : xxxvi + 1024 hlm; 24 cm.

No UU : Hak Cipta Dilindungi Undang-undang No. 7 Th. 1987

Cetakan : Ke-2

Edisi : Ke-2

Waktu Cetak : September 2000.

Warna kertas : Putih

Cover : Hard Cover

DAFTAR PUSTAKA

Ensiklopedi Islam

Junaidi, Zamakhsari, “T.M. Hasbi ; Mujtahid Muqarin yang Produktif”, Majalah Pesantren No. 2/Vol. II/1985. H. 71

Tafsir An-Nur

http://sabrial.wordpress.com/teungku-muhammad-hasbi-ash-shiddiqy/.(10-11-09:01.47 WIB)

http://melayuonline.com/ind/personage/dig/291/teungku-muhammad-hasbi-ash-shiddieqy (10-11-09: 07.40 WIB)

http://dzikirsufi.blogspot.com/ (10-11-09:07:40 WIB)



[1] Tafsir an-nur, hal vii-ix (Pengantar dari Penerbit)

[2] Tafsir an-Nur, hal xvii (sekilas tentang penulis)

[3] http://dzikirsufi.blogspot.com/ (10-11-09: 07: 40 WIB)

[4] http://sabrial.wordpress.com/teungku-muhammad-hasbi-ash-shiddiqy/. (10-11-09 : 01.47 WIB)

[5] Zamakhsari Junaidi, “T.M. Hasbi ; Mujtahid Muqarin yang Produktif”, Majalah Pesantren No. 2/Vol. II/1985. H. 71

[6] Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, hal 95-96

[7] Tafsir an-nur, hal xii (penggerak usaha)

[8] Tafsir an-nur, hal xii dan xv (penggerak usaha dan sepatah kata penjelasan)

[9] http://dzikirsufi.blogspot.com/