Rabu, 03 Februari 2010

Pendekatan Gender " Asma Barlas "

Pendekatan Gender

  • Sekilas Tentang Asma Barlas dan Bukunya (“ Believing Women In Islam : Unreading Patriarchal Interpretations Of The Qur’an”)
Asma barlas dilahirkan di pakistan, tempat ia menjadi perempuan pertama, 1979, di negara tersebut ia bekerja untuk pelayanan luar negeri (foreign service). Pada masa ziaul haq, barlas diberhentikan dari tugasnya karena kritiknya yang keras terhadap kekuasaan rezim militer di pakistan yang dipimpin oleh jenderal ini. Selepas dari pekerjaannya ia kemudian bergabung sebagai asisten editor di surat kabar the muslim, sebuah surat kabar yang menyuarakan oposisi terhadap kebijakan pemerintah. Namun, pada 1983, asma barlas harus meninggalkan negaranya karena rezim pada saat itu melakukan pengusiran terhadapnya, ia pergi ke amrika serikat dan mendapatkan suaka politik (political asylum) dari negeri ini. Riwayat pendidikannya dimulai dari universitas di pakistan dan mendapatkan gelar B.A dalam bidang sastra inggris dan filsafat serta M.A dalam bidang jurnalisme. Dia kemudian melanjutkan studinya di amerika dan mendapatkan M.A dan Ph.D dalam bidang kajian internasional di universitas denver, colorado.
Pada karya Asma Barlas yang berkaitan dengan Islam dan perempuan dalam bukunya Cara Quran Membebaskan Perempuan . Asma Barlas memulai menulis buku ini sekitar tahun 1995, ketika isu tentang Islam tidak menarik banyak orang di Amerika. Edisi Inggris buku ini sendiri terbit pada tahun 2002. Keinginannya untuk menulis buku ini dipicu oleh anggapan yang beredar di kalangan masyarakat, khususnya Amerika dan masyarakat Barat lainnya, bahwa Islam adalah sebuah patriarki agamis ( religious patriarchy ) yang menganut model-model hubungan yang hierarkis dan ketidaksetaraan seksual serta mengharuskan penyerahan diri seorang perempuan terhadap laki-laki. Meskipun demikian, menurut Barlas, banyak orang Islam yang sesungguhnya tidak selalu melaksanakan apa yang dikatakan Alquran.
Namun demikian, kemunculan buku ini sesunggunya tidak bisa dilepaskan dari pengalaman pribadi sang penulis, khususnya yang berkaitan dengan posisi dia sebagai seorang muslim. Barlas mengakui bahwa ketertarikan dia untuk mengkaji Islam tumbuh karena pengalaman yang ia hadapi di Pakistan sebagai tanah air pertama sampai 1983, dan juga di Amerika Serikat sebagai tanah air kedua sampai sekarang. Sebagaimana diketahui, Pakistan adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam (98%).
Satu pengalaman yang cukup menarik bagi Barlas adalah ketika rezim Ziaul Haq memperkenalkan syariah sebagai hukum positif di Pakistan . Namun, menurut Barlas, hukum ini justru menguatkan ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan, misalnya, dengan menyamakan kesaksian 2 perempuan dengan kesaksian 1 laki-laki, kegagalan untuk membedakan antara perkosaan dan perzinaan, di mana semua kasus di atas menjadi objek rajam, sesuatu yang menurut Barlas tidak pernah dinyatakan oleh Alquran. Lebih lanjut, menurutnya, beberapa hukum syariah yang diperkenalkan memiliki konsekuensi yang merugikan bagi perempuan.

  • Pembahasan
Asma Barlas adalah seorang penafsir perempuan yang ingin menafsirkan al-quran dengan semangat pembebasan dan menolak semua jenis penafsiran yang patriarki dan sensitive terhadap isu-isu gender, ada dua poin yang hendak dicapai :
  1. Al-Quran merupakan teks yang patriarkis dan misoginis
  2. Al-Quran merupakan sumber pembebasan bagi perempuan
Tujuan itu akan diwujudkannya dengan menafsirkan ulang dengan metode hermeunetik Qurani.
Pembebasan Asma Barlas terhadap al-quran adalah pembacaan yang lebih egaliter dan lebih baik, sebagai respon atas adanya dua klaim yang akan dijawabnya.
  1. Klaim bahwa teks al-Quran bersifat polisemik (mengandung banyak makna), maka dari itu sangat mungkin untuk diartikan secara patriarchal.
  2. Kenyataan bahwa beberapa ajarannya justru dirasa mengesankan adanya legitimasi terhadap budaya penindasan, patriarki, kenyataan bahwa al-quran mengakui bahwa laki-laki sebagai pemilik kekuasaan dan otoritas patriarki yang nyata.
Asma Barlas membaca patriarki yang ada pada penafsiran konserfatif terdahulu adalah karena mereka menafsirkan teks secara parsial dan terpotong-potong, bukan dengan cara melihat al-Quran sebagai sebuah totalitas hermenetik yang kompleks maupun sebagai sebuah teks yang memiliki latar belakang histories dan memiliki kepaduan tematis dan stuktural.
Pembacaan terhadap pembebasan al-Quran dapat dilakukan dengan cara membedakan antara aktualitas Islam dan kebenarannya yang trasendental, antara al-Quran dengan tafsirnya, serta antara Islam dengan praktik muslim (teks, budaya dan sejarah). Karena mereduksi islam yang sebenarnya atau konseptual menjadi islam yang dipraktekkan atau histories, merupakan kegagalan dalam mengakui kualitas kesakralan al-quran.
Dalam mendefinisikan patriarki, dia membedakan antara makna spesifik dan makna secara universal. Secara spesifik patriarki berarti kekuasaan spesifik yang secara historis dipegang oleh para ayah, yang kemudian dianalogikan pandangan tentang tuhan sebagai ayah/ laki-laki yang kemudian berlanjut kepada klaim suami untuk mengatur istri dan anak-anaknya. Sedangkan patriarki secara lebih luas berarti politik pembedaan jenis kelamin yang mengunggulkan laki-laki dengan cara mengalihkan jenis kelamin biologis ke dalam gender yang dipolitisasi, yang mengistimewakan laki-laki dan menjadikan perempuan sebagai yang berbeda dan lebih rendah.
Kemudian Asma Barlas dalam mendefinisikan hermenetik al-Quran adalah dengan cara memasukkan setiap pengungkapan tentang diri tuhan yang ada dalam al-Quran itu sendiri, dan aspek–aspek pengungkapan diri tuhan tentang pembacaan al-Quran yang membebaskan adalah :
Prinsip-prinsip keesaan, keadilan, dan keunikan Tuhan.
  1. Prinsip keesaan Tuhan (tauhid) memilki implikasi yang sangat luas terhadap cara kita memahami Tuhan dan firman-Nya. Dalam bentuknya yang sederhana prinsip merupakan lambang tentang keesaan tuhan. Tidak ada kedaulatan laki-laki yang diyakini sebagai perpanjangan dari kekuasaan tuhan yang bertolak belakang dengan doktrin tauhid. Karena teori-teori tentang kekuasaan laki-laki atas perempuan bertolak belakang dengan tauhid, maka harus ditolak secara teologis
  2. Prinsip keadilan Tuhan yang tidak pernah melakukan kezaliman terhadap siapapun. Keadilan tuhan membatasi dirinya pada penghormatan terhadap hak manusia.
  3. Tuhan tidak tertandingi sehingga tak terwakili, terutama dalam istilah-istilah yang menyerupakan Tuhan dengan ciptaan-Nya; penolakan Tuhan atas penjeniskelaminan, maka tidak ada alasan unuk mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kecenderungan terhadap jenis kelamin tertentu.

Di samping prinsip-prinsip Tiologis itu, Al-Quran sendiri menawarkan kriteria metodologi pembacaan spesifik yang memberikan penekanan pada prinsip-prinsip holisme tekshal, yaitu mencari makna terbaik dan menggunakan penalaran analisis dalam penafsiran,
Tentang epistimologi yang digunakan Asma Barlas adalah bagaimana dia membaca al-Quran dengan kapasitas dia sebagai seorang perempuan muslim yang mempertanyakan lagitimasi berbagai pembacaan al-Quran yang bersifat patriarkis dengan berdasar konsep teologi Islam yang membedakan antara apa yang difirmankan Tuhan dengan apa yang dipahami dari firman tersebut. Mempertanyakan dominasi otoritas laki-laki dalam memahami maksud dari firman Tuhan. Dan karena dia juga percaya bahwa perempuan lebih mungkin membaca al-quran untuk tujuan pembebasan dibandingkan laki-laki.
Metodologi yang diinginkan oleh Asma Barlas untuk memahami isi al-Quran dengan cara-cara sebagai berikut:
  1. Membacanya “ dari belakang “ = melakukan rekontruksi terhadap konteks sejarah yang memunculkan teks tersebut.
  2. Membacanya “ dari depan” = melakukan kontekstualisasi ulang al-Quran berdasarkan kebutuhan masa kini.

Membaca al-Quran sebagai sebuah teks berarti menemukan apa yang mungkin dikehendaki Tuhan (wacana relasi antara kehendak dan pengarang). Membaca al-Quran berarti menggali apa yang telah ada dalam al-Quran (menemukan makna yang bersifat interistik). Selain makna tersebut membaca al-Quran berarti membaca apa yang tidak dikatakannya (menangkap makna yang telah mapan yang tidak diucapkan) tergantung pada konteksnya.

Pembacaan terhadap al-Quran yang digunakan adalah dengan menggunakan metode hermeunetik al-Quran dan sebuah penafsiran yang holistik yang terkait secara tematis-kenyataan bahwa sebuah pembacaan tidak pernah dapat sepenuhnya objektif tidak menghilangkan kemungkinan untuk menghasilkan sesuatu yang benar. Bahkan dikatakan bahwa subjektifitas adalah akhir dari sebuah pemahaman bukan awal pemahaman.

  • Contoh aplikasi metode penafsiran Asma Barlas
Contoh penafsiran Asma Barlas dalam pembacaannya terhadap al-Qur’an yang menolak penafsiran yang bersifat patriarkis adalah ketika al-Qur’an menyatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan, dan bahwa kita tidak boleh menerapkan perumpamaan untuk Tuhan. Maka dia memandang penggunaan kata ganti “huwa” (dia laki-laki) sebagai sebuah konvensi bahasa yang buruk dan bukan sebagai klaim epistemologis tentang wujud Tuhan. Begitu juga dia lebih memilih kata “rabb” untuk Tuhan, bukan dengan menggunakan “Huwa/hu”. Karena dia ingin mempertahankan rujukan terhadap Tuhan yang bebas dari bias jenis kelamin/jender.

  • Kesimpulan
Yang membedakan Asma Barlas dengan Laela Ahmad, Amina Wadud atau Fatima Mernissi adalah rujukan yang dipakai Asma hampir tidak ada yang berasal dari rujukan kitab klasik seperti al-Thabari, Abduh, dll. Sehingga nampaknya Asma sebagai penulis lebih banyak mengandalkan sumber-sumber sekunder dalam khazanah pengetahuan Islam, terutama untuk kajian tafsir al-Qur’an yang tidak sama sekali merujuk kepada kitab tafsir klasik.
Akan tetapi, terlepas dari kekurangannya, apa yang disampaikan Asma tetap penting untuk dibaca dan didiskusikan. Meskipun seperti mengulang dari pemikiran feminis muslim lainnya seperti Laela Ahmad, Amina Wadud atau Fatima Mernissi, tetapi Asma tetap memiliki ciri khas untuk tetap memandu kita membaca al-Qur’an dengan hati dan akal, bukan dengan prasangka negatif.

Tidak ada komentar: